.

Written By Hadi Prayitno on Sabtu, 28 Desember 2013 | 13.42

PEMBELAJARAN BAHASA BERBASIS TEKS DAN JENIS-JENIS TEKS

PEMBELAJARAN BAHASA BERBASIS TEKS DAN JENIS-JENIS TEKS

1.  Penjelasan Istilah

“Pembelajaran bahasa berbasis teks” juga disebut “pembelajaran bahasa berbasis genre”.  Kalau begitu, apakah “teks” (text) sama dengan “genre”? Di sisi lain, “teks” disejajarkan dengan “wacana” (discourse). Apakah “teks” dan “wacana” sama?

1.1       Teks
Teks adalah satuan bahasa yang dimediakan secara tulis atau lisan dengan tata organisasi tertentu untuk mengungkapkan makna dalam konteks tertentu pula (Bandingkan dengan Wiratno, 2003: 3-4).
Teks mempunyai sejumlah ciri, yaitu:
(1) secara konkret, teks merupakan sebuah objek, tetapi secara abstrak, teks 
merupakan satuan bahasa di dalam wilayah bahasa sebagai sistem;
(2) teks mempunyai tata organisasi yang kohesif;
(3) teks mengungkapkan makna;
(4) teks tercipta pada sebuah konteks;
(5) teks dapat dimediakan secara tulis atau lisan
(Wiratno, 2009: 77).

1.2 Genre
Genre dapat dipandang sebagai proses sosial dan sebagai jenis teks. Padangan yang pertama adalah padangan genre secara luas, yaitu latar belakang sosial dan budaya yang melatarbelakangi terciptanya teks. Adapun pandangan yang kedua adalah pandangan genre secara sempit, yaitu jenis teks dalam bentuk instantiasi.

1.2.1  Genre sebagai Proses sosial
Genre dapat didefinisikan secara operasional sebagai proses sosial yang berorientasi kepada tujuan yang dicapai secara bertahap, (a staged, goal-oriented social process) (Martin, 1985b; Martin, 1992). Dikatakan “sosial” karena orang menggunakan genre untuk berkomunikasi dengan orang lain; dikatakan “berorientasi kepada tujuan” karena orang menggunakan genre untuk mencapai tujuan komunikasi; dan dikatakan “bertahap” karena untuk mencapai tujuan tersebut, biasanya dibutuhkan beberapa tahap melalui pembabakan di dalam genre (Martin & Rose, 2003: 7-8).

1.2.2  Genre sebagai Jenis Teks

(Dijelaskan pada Nomor 5 di bawah ini)

1.3   Teks dan Wacana
Terdapat beberapa pendapat yang menganggap bahwa teks dan wacana berbeda. Perbedaan itu pada umumnya dilihat dari: (1) cara memediakan, (2) ada tidaknya konteks, (3) kontras antara proses dan produk, serta (4) kontras antara bentuk dan makna.
Dilihat dari cara memediakan, teks dibedakan dengan wacana dalam hal bahwa teks dimediakan secara tulis, sedangkan wacana dimediakan secara lisan. Pendapat seperti itu menegaskan bahwa teks adalah serangkaian kalimat yang diungkapkan secara tulis yang ditandai oleh kohesi gramatikal; sedangkan wacana adalah penggunaan kalimat-kalimat tersebut dalam bentuk tuturan lisan yang menghasilkan koherensi gramatikal (Widdowson, 1973; Widdowson, 2007; Coulthard, 1985).
Berdasarkan konteks, dibedakan bahwa teks belum disertai konteks, sedangkan wacana berada dalam konteks. Teks diasosiasikan dengan “a strech of language interpreted formally, without context”, sedangkan wacana diasosiasikan dengan “a strech of language percieved to be meaningful, unified, and purposive” (Cook, 1989: 156, 158). Wacana adalah teks yang disertai konteks (Hoey, 2001). Pada pandangan ini, rupanya konteks dianggap menentukan makna.
Dari segi produk dan proses, persoalan terletak pada penciptaannya, yaitu teks dilihat sebagaiproduk yang terjadi pada suatu waktu” dan wacana dilihat sebagai proses yang sedang berlangsung dalam waktu” (Matthiessen, Teruya, & Lam, 2010: 218-219). Sebagai produk, teks merupakan instantiasi hasil penataan pola-pola gramatika. Sebagai proses, teks merupakan sedang-berlangsungnya pemilihan leksiko-gramatika yang menunjukkan pola-pola penataan tertentu untuk menciptakan makna. Karena pola-pola itu teratur dan berkembang dalam waktu tertentu, muncullah jenis-jenis teks. Jenis-jenis teks yang sama mempunyai pola yang sama sebagaimana tercermin pada struktur teks jenis-jenis teks tersebut.
Jelas bahwa teks dan wacana berbeda dalam hal bahwa teks mengacu kepada produk, sedangkan wacana mengacu kepada proses. Pada teks sebagai produk belum didapatkan makna. Sebaliknya, pada wacana sebagai proses, pembaca menemukan makna dari proses interaksi antara diri pembaca dan teks yang dibaca.
Adapun dilihat dari segi bentuk dan makna, teks dan wacana berbeda dalam hal bahwa teks mengacu secara formal kepada bentuk fisik dari peristiwa komunikasi, sedangkan wacana mengacu secara fungsional kepada makna sebagai hasil dari interpretasi terhadap peristiwa komunikasi tersebut dalam konteks (Bandingkan dengan Nunan, 1993: 5-7). Peristiwa komunikasi itu dapat berupa kotbah, percakapan, transaksi jual beli, puisi, novel, poster, iklan, dan berita. Di pihak lain, teks didefinisikan sebagai “a technical term, to refer to the verbal record of a communicative act” (Brown & Yule, 1983: 6); sedangkan wacana adalah “communicative events involving language in context” (Nunan, 1993: 118). Wacana tidak tampak secara fisik, tetapi wacana itu sendiri merupakan manifestasi dari teks yang tampak secara fisik (Tanskanen, 2006: 3).

2.  Teori Kebahasaan sebagai Dasar Pembelajaran/ Pengajaran Bahasa

Pembelajaran dan pengajaran bahasa yang dilaksanakan di suatu negara didasarkan pada teori kebahasaan tertentu. Menurut Richards dan Rodgers (2001), secara garis besar terdapat tiga kelompok teori kebahasaan yang mendasari pembelajaran dan pengajaran bahasa di dunia, yaitu teori struktural (structural view), teori fungsional (functional view), dan teori interaksionis (interactionist view).

Pada teori struktural, dikatakan bahwa bahasa merupakan suatu sistem tentang unsur-unsur struktural yang saling berkaitan untuk menyatakan makna. Pada pandangan ini, pembelajaran bahasa dilihat sebagai penguasaan unsur-unsur struktural (termasuk di dalamnya adalah fonologi, bentuk-bentuk gramatika, unsur-unsur leksikal, dan sebagainya).

Pada teori fungsional, bahasa dipandang sebagai alat untuk mengungkapkan makna yang sesuai dengan fungsi yang dikehendaki. Teori ini lebih menekankan unsur-unsur semantik dan komunikatif daripada unsur-unsur struktural dan gramatikal. Menurut pandangan ini, pembelajaran bahasa menitikberatkan ‘kandungan bahasa’ yang lebih didasarkan pada fungsi dan makna ketimbang pada elemen-elemen struktural dan gramatikal.

Pada teori interaksionis, bahasa digunakan sebagai alat untuk merealisasikan hubungan antarmanusia. Dengan demikian, bahasa dilihat sebagai perwujudan usaha yang dilakukan oleh penggunanya untuk melangsungkan interaksi sosial.

Sesungguhnya masih terdapat teori lain lagi yang telah banyak diterapkan sejak akhir tahun 1980-an, yaitu teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) sebagai induk secara umum (Halliday, 1985; Halliday & Matthiessen, 2004) dan teori genre secara khusus (Martin, 1985; Martin, 1992). Pada teori ini, bahasa selalu digunakan dalam wujud teks yang dilingkupi oleh konteks situasi dan konteks budaya. Mengajarkan bahasa berarti mengajarkan cara menggunakan bentuk-bentuk bahasa untuk mengungkapkan diri sendiri, dunia di sekitar, pengalaman, serta nilai-nilai sosial atau nilai-nilai budaya.

3.  Pendekatan, Metode, Teknik

Dalam pengajaran bahasa, pendekatan, metode, dan teknik merupakan tiga komponen yang sangat erat berhubungan. Ketiga komponen itu bahkan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan (Anthony, 1963; Lihat pula ulasan Richards & Rodgers, 1982; Richards & Rodgers, 2001). Richards & Rodgers menginterpretasikan satu kesatuan ini dengan menggunakan empat istilah: metoda, pendekatan, disain, dan prosedur. Bagi mereka, metoda menempati posisi yang paling atas dan membawahi ketiga lainnya.

3.1       Pendekatan
Pendekatan ialah cara memandang pengajaran dan pembelajaran bahasa atas dasar asumsi terhadap hakikat bahasa. Secara aksiomatis, pendekatan membentangkan peta tentang apa yang akan diajarkan kepada pembelajar (Anthony, 1963: 64). Dengan kata lain, pendekatan berkenaan dengan filsafat atau teori kebahasaan yang mendasari pengajaran yang akan dilaksanakan di depan kelas. Seperti akan disajikan di bawah ini, Pendekatan Mengajar Berbasis Teks dilandasi oleh LSF yang dirintis oleh M.A.K. Halliday, dan lebih khusus lagi teori genre yang dikemukakan oleh J.R. Martin.

Telah dinyatakan di atas bahwa hingga saat ini, teori kebahasaan yang mendasari kegiatan pengajaran dan pembelajaran bahasa di duniia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu teori struktural, teori fungsional, dan teori interaksionis. Akan tetapi, kenyataan bahwa dimungkinkan bahwa teori kedua dan ketiga digabungkan. Sebagaimana diuraikan di bawah ini, penggabungan itu terjadi misalnya pada Pendekatan Komunikatif (Communicative Approach).

3.2       Metode
Metode ialah tata cara penyajian materi yang bersifat prosedural (Anthony, 1963: 65). Apabila di satu sisi pendekatan berkenaan dengan teori tertentu yang digunakan sebagai pijakan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, di sisi lain, metode berkenaan dengan penerapan teori tadi sesuai dengan tataran kebahasaan yang dipilih, tujuan yang akan dicapai, penentuan ketrampilan berbahasa yang dirpioritaskan, isi materi yang akan diajarkan, dan susunan (urutan) yang ditentukan untuk menyampaikan isi materi itu.

Dari keterangan di atas, dapat digarisbawahi bahwa bagian-bagian yang ada pada metode tidak akan saling berkontradiksi, dan di dalam satu pendekatan dimungkinkan terdapat berbagai macam metode. Sebagai contoh, dapat disebutkan bahwa di bawah payung teori struktural lahirlah antara lain Pendekatan Oral (Oral Approach) atau Pendekatan Situasional (Situational Approach), Metode Penerjemahan Tata Bahasa (Grammar-Translation Method), Metode Audiolingual (Audiolingual Method), Metode Respons Fisik Total (Total Physical Response), dan Metode Diam (Silent Way). Perlu dicatat bahwa untuk kedua nama yang disebut pertama, istilah pendekatan dan metode sering dipertukarkan.

Di bawah teori fungsional lahirlah Pendekatan Alamian (Natural Approach), konsep Silabus Nosional dan Fungsional (Notional and Functional Syllabus) (misalnya oleh Wilkins, 1976), konsep pengajaran ESP (English for Specific Purposes), dan konsep-konsep pengajaran bahasa yang didasarkan pada kebutuhan pembelajar (needs analysis). Pada nama Pendekatan Alamiah, pengertian pendekatan dan metode dipertukarkan.

Pendekatan Komunikatif (Communicative Approach) dapat dogolongkan ke dalam pendekatan yang lahir dari teori fungsional, meskipun sesungguhnya metoda ini tidak hanya diformulasikan dari teori kebahasaan tersebut, dan lebih merupakan gabungan antara teori fungsional dan teori interaksional. Selain itu, perlu dikemukakan kembali bahwa istilah communicative yang dipakai pada metode/pendekatan ini sebenarnya tidak diturunkan dari teori Chomsky (1965) tentang linguistic competence, yakni kemampuan yang harus dimiliki oleh penutur untuk dapat memproduksi kalimat-kalimat yang benar secara gramatikal, tetapi dari teori Hymes (1972, 1979) mengenai communicative competence dan teori Halliday (1970, 1975) tentang language use and function–yaitu teori yang menekankan bahwa terdapat seperangkat pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan oleh penutur untuk dapat berkomunikasi sesuai dengan fungsi yang diemban oleh bahasa.

Pada lingkup teori interaksional, lahirlah beberapa metode antara lain Pendekatan Analisis Wacana Kelas (Classroom Discourse Analysis) (misalnya, Christie, 2002) dan Pendekatan Analisis Percakapan (Conversational Analysis). Di sini, pengertian pendekatan dan metode juga dipertukarkan.

Dari teori yang terakhir, SFL dan genre, Pendekatan Mengajar Berbasis Teks diformulasikan. Teori SFL oleh alliday dan teori genre oleh Martin beserta koleganya inilah yang mendasari lahirnya pendekatan mengajar berbasis teks yang disebut Genre Based Approach (Martin, 1985; Martin, 1992; Martin, 1997; Martin, 2009; Christie & Martin, Eds., 1997; Martin & Rose, 2008; Rose & Martin, 2012).

3.3       Teknik
Teknik bersifat implementasional. Artinya, teknik berurusan dengan cara, strategi, atau taktik pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas (Anthony, 1963: 66) untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Teknik harus sejalan dengan metode yang dipilih dan sekaligus seirama dengan pendekatan. Dengan demikian, seperti telah diutarakan di atas, pendekatan, metode, dan teknik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Berbagai teknik dapat diterapkan di kelas, misalnya ceramah, pemberian tugas, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, kerja berpasangan, bercerita, permainan, penerjemahan, role play, dan teknik apa pun yang sesuai dengan perkembangan situasi di kelas.

4.  Pembelajaran Bahasa Berbasis Teks/Genre

Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks dilaksanakan dengan menerapkan prinsip bahwa (1) bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan kata-kata atau kaidah-kaidah kebahasaan, (2) penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna, (3) bahasa bersifat fungsional, yaitu penggunaan bahasa yang tidak pernah dapat dilepaskan dari konteks karena bentuk bahasa yang digunakan itu mencerminkan ide, sikap, nilai, dan ideologi penggunanya, dan (4) bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia, dan cara berpikir seperti itu direalisasikan melalui struktur teks (Prawacana, Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013).
Telah disebutkan di atas bahwa teks adalah satuan bahasa yang mengandung makna, pikiran, dan gagasan yang lengkap secara kontekstual. Teks tidak selalu berwujud bahasa tulis, sebagaimana lazim dipahami, misalnya teks Pancasila yang sering dibacakan pada saat upacara. Teks dapat berwujud baik tulis maupun lisan, bahkan dalam multimoda, teks dapat berwujud perpaduan antara teks lisan atau tulis dan gambar/animasi/film.

Teks itu sendiri memiliki dua unsur utama, yaitu konteks situasi dan konteks budaya. Konteks situasi berkenaan dengan penggunaan bahasa yang di dalamnya terdapat register yang melatarbelakangi lahirnya teks, yaitu adanya sesuatu (pesan, pikiran, gagasan, ide) yang hendak disampaikan (field); sasaran atau partisipan yang dituju oleh pesan, pikiran, gagasan, atau ide itu (tenor); dan format bahasa yang digunakan untuk menyampaikan atau mengemas pesan, pikiran, gagasan, atau ide itu (mode). Terkait dengan format bahasa tersebut, teks dapat diungkapkan ke dalam berbagai jenis, misalnya deskripsi, laporan, prosedur, eksplanasi, eskposisi, diskusi, naratif, cerita petualangan, anekdot, dan lain-lain.

Konteks yang kedua adalah konteks situasi dan konteks budaya masyarakat tutur bahasa yang menjadi tempat jenis-jenis teks tersebut diproduksi. Konteks situasi merupakan konteks yang terdekat yang menyertai penciptaan teks, sedangkan konteks sosial atau konteks budaya lebih bersifat institusional dan global.

Terdapat perbedaan antara satu jenis teks dan jenis teks lainnya. Perbedaan dapat terjadi, misalnya, pada struktur teks. Sebagai contoh, teks deskripsi dan teks prosedur memiliki struktur yang berbeda, meskipun kedua teks tersebut termasuk ke dalam kategori teks faktual. Apabila teks deskripsi memiliki ciri tidak terstruktur dan tidak bersifat generalisasi, teks prosedur justru bersifat terstruktur dan dapat digeneralisasi. Struktur teks deskripsi terdiri atas pernyataan umum^bagian/aspek yang dideskripsikan (tanda ^ berarti “diikuti oleh”), sedangkan struktur teks prosedur terdiri atas tujuan^langkah-langkah.

Lebih jauh lagi, teks deskripsi dan teks prosedur tersebut berbeda dengan teks cerita/naratif. Kedua jenis teks yang pertama tergolong ke dalam kategori teks faktual, sedangkan teks cerita/naratif tergolong ke dalam kategori teks sastra atau fiksi. Berbeda dengan struktur teks deskripsi atau prosedur, struktur teks cerita/naratif adalah abstrak^orientasi^komplikasi^ evaluasi^resolusi^koda. Demikian pula, teks laporan, teks eksplanasi, teks eskposisi, teks diskusi, dan teks-teks jenis lain mempunyai struktur teks yang berbeda-beda.

Struktur teks membentuk struktur berpikir, sehingga di setiap penguasaan jenis teks tertentu, siswa akan memiliki kemampuan berpikir sesuai dengan struktur teks yang dikuasainya. Dengan berbagai macam teks yang dikuasainya, siswa akan mampu menguasai berbagai struktur berpikir. Bahkan, satu topik tertentu dapat disajikan ke dalam jenis teks yang berbeda dan tentunya dengan struktur berpikir yang berbeda pula. Hanya dengan cara itu, siswa kemudian dapat mengonstruksi ilmu pengetahuannya melalui kemampuan mengobservasi, mempertanyakan, mengasosiasikan, menganalisis, dan menyajikan hasil analisis secara memadai (Prawacana, Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013).

Selain itu, secara garis besar teks dapat dipilah atas teks sastra dan teks nonsastra. Teks sastra dikelompokkan ke dalam teks naratif dan nonnaratif. Adapun teks nonsastra dikelompokkan ke dalam teks jenis faktual yang di dalamnya terdapat subkelompok teks laporan dan prosedur dan teks tanggapan yang dikelompokkan ke dalam subkelompok teks transaksi dan eksposisi. Dengan memperhatikan jenis-jenis teks di atas, termausuk unsur utama yang harus ada di dalam teks, melalui pembelajaran bahasa berbasis teks, materi sastra dan materi kebahasan dapat disajikan.

Pada pengajaran dan pembelajaran berbasis teks, terdapat empat tahap yang harus ditempuh (Rose & Martin, 2012), yaitu:

(1) tahap pembangunan konteks,
(2) tahap pemodelan teks,
(3) tahap pembuatan teks secara bersama-sama,
(4) tahap pembuatan teks secara mandiri.

Keempat tahap itu berlangsung secara siklus.
Guru dapat memulai kegiatan belajar-mengajar dari tahap manapun, meskipun pada umumnya tahap-tahap itu ditempuh secara urut. Selain itu, apabila kegiatan belajar-mengajar mengalami kesulitan pada tahap tertentu, misalnya pembuatan teks secara bersama-sama, guru boleh mengarahkan siswa untuk kembali kepada tahap pemodelan.
Setiap pelajaran pada buku Bahasa Indonesia untuk siswa yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdapat tiga kegiatan belajar. Kegiatan Belajar 1 berkenaan dengan tahap pembanguan konteks yang dilanjutkan dengan pemodelan. Pembangunan konteks dimaksudkan sebagai langkah-langkah awal yang dilakukan oleh guru bersama siswa untuk mengarahkan pemikiran ke dalam pokok persoalan yang akan dibahas pada setiap pelajaran. Tahap pemodelan adalah tahap yang berisi tentang pembahasan teks yang diberikan sebagai model pembelajaran. Pembahasan diarahkan kepada semua aspek kebahasaan yang membentuk teks itu secara keseluruhan. Tahap pembangunan teks secara bersama-sama dilaksanakan pada Kegiatan Belajar 2. Pada tahap ini siswa bersama-sama siswa lain dan guru sebagai fasilitator menyusun kembali teks seperti yang ditunjukkan pada model. Tugas-tugas yang diberikan berupa semua aspek kebahasaan yang sesuai dengan ciri-ciri yang dituntut pada jenis teks yang dimaksud. Adapun Kegiatan Belajar 3 diharapkan merupakan kegiatan belajar mandiri. Pada tahap ini, siswa diharapkan dapat mengaktualisasikan diri dengan menggunakan teks sesuai dengan jenis dan ciri-ciri seperti yang ditunjukkan pada model (Prawacana, Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013).

5.  Jenis-jenis Teks
Genre sebagai jenis teks, dapat diolongkan menjadi genre faktual dan genre fiksi atau rekaan. Genre faktual adalah jenis teks yang dibuat berdasarkan kejadian, peristiwa, atau keadaan nyata yang berada di sekitar lingkungan hidup. Genre fiksi adalah jenis teks yang dibuat berdasarkan imajinasi, bukan pada kenyataan yang sesungguhnya.

Genre faktual meliputi: laporan, deskripsi, prosedur, rekon (recount), eksplanasi, eksposisi, dan diskusi. Di pihak lain, genre fiksi mencakup: rekon, anekdot, cerita/narartif, dan eksemplum.

5.1       Jenis Teks Faktual

5.1.1  Laporan



Pernyataan Umum atau Klasifikasi

Anggota/Aspek yang Dilaporkan
Harimau

Harimau (Panthera tigris) digolongkan ke dalam mamalia, yaitu binatang yang menyusui. “Kucing besar” itu adalah hewan pemangsa dan pemakan daging.

Harimau dapat mencapai tinggi 1,5 meter, panjang 3,3 meter, dan berat 300 kilogram. Bulunya berwarna putih dan cokelat keemas-emasan dengan belang atau loreng berwarna hitam. Gigi taringnya kuat dan tajam untuk mengoyak daging. Kakinya berjumlah empat dengan cakar yang kuat untuk menerkam mangsanya.

Harimau mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Harimau dapat hidup di hutan, padang rumput, dan daerah payau atau hutan bakau. Di Indonesia harimau dapat ditemukan di hutan dan hutan bakau di Pulau Sumatera dan Jawa.

Harimau termasuk hewan penyendiri, tetapi mempunyai wilayah yang amat luas untuk berburu mangsa. Wilayahnya dapat mencapai kawasan perdesaan. Populasi harimau cenderung menurun karena sering diburu manusia. Oleh karena itu, harimau saat ini termasuk binatang yang dilindungi pemerintah agar tidak punah.

Harimau menjadi pusat perhatian dalam dunia sastra, seni, dan olahraga. Harimau sering dijadikan tokoh dalam cerita rakyat, objek untuk foto atau gambar, dan maskot dalam olahraga.

(Dari: Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013: 18)

5.1.2  Deskripsi



Pernyataan Benda yang Dideskripsikan


Bagian-Bagian yang Dideskripsikan



Harimau di Kebun Binatang A

Harimau yang ada di Kebun Binatang A berbeda dengan harimau pada umumnya. Harimau yang diberi nama “Gagah” itu tidak tampak gagah.


Badannya kurus, matanya tidak tajam, dan keadaannya lemas seakan-akan empat kakinya tidak sanggup menopang tubuhnya untuk berdiri tegak. Rupanya Gagah tidak terawat. Binatang pemangsa itu tampak kurang makan. Kecuali itu, Gagah tidak tampak buas. Ia juga tidak memperhatikan bahwa di sekitar kandangnya terdapat banyak pengunjung yang melihatnya. Gagah tampak lesu dan malas bergerak. Gagah hanya diam meskipun situasi di sekitarnya hiruk-pikuk.

Kandangnya pun tidak nyaman untuk Gagah. Lantainya kotor, dindingnya kusam, atapnya bocor, dan pintunya yang terbuat dari besi itu juga tidak kukuh.

(Dari: Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013: 171)

5.1.3  Prosedur
Tujuan















Langkah-langkah
 Cara Menggunakan Kartu ATM

Kartu ATM adalah salah satu fasilitas penting bagi nasabah sebuah bank. Dengan kartu ATM, seorang nasabah bisa dengan mudah melakukan transaksi penting. Transaksi penting melalui ATM itu, antara lain, adalah
(1) transfer uang antarbank, baik bank yang sama maupun yang berbeda;
(2) penarikan uang tunai;
(3) pembayaran tagihan, misalnya listrik atau telepon;
(4) pengecekan saldo tabungan;
(5) belanja atau pembayaran di kasir di tempat-tempat tertentu, misalnya swalayan;
(6) pengisian pulsa telepon seluler;
(7) pembayaran tiket pesawat.

1.    Perhatikan panduan ini baik-baik agar tujuan menggunakan ATM tercapai.

2.    Setelah memasuki ruang mesin ATM, masukkan kartu ATM (lihat jangan sampai terbalik, bagian sisi kiri yang harus dimasukkan terlebih dahulu). Pada kartu ATM tertentu biasanya ada tanda panah. Tanda panah itulah sisi yang harus dimasukkan terlebih dahulu. Setelah memasukkan kartu ATM, tunggu 54 Kelas X
sampai layar meminta pilih bahasa. Jika ingin menggunakan bahasa Indonesia, pilihlah bahasa Indonesia.

3.    Kemudian, Anda masukkan nomor PIN (personal identification number) rahasia Anda setelah di layar tertera masukkan nomor PIN Anda. Pastikan jangan sampai ada yang mengintip, sebaiknya rapatkan tubuh Anda ke mesin ATM. Setelah memasukkan nomor PIN dengan benar, pilihlah transaksi yang diinginkan dengan menekan tombol yang ada di sisi layar lurus dengan menu transaksi yang ingin dipilih, misalnya penarikan tunai atau transaksi lainnya untuk melihat layanan transaksi yang lain. Ikuti perintah selanjutnya sesuai dengan yang tertera di layar. Masukkan jumlah uang yang akan ditarik (kelipatan Rp50.000,00 atau Rp100.000,00) jika Anda ingin menarik uang. Anda tidak bisa menarik uang dari ATM dengan jumlah, seperti Rp22.750. Berbeda dengan saat Anda mentransfer uang, jumlah berapa saja dimungkinkan. Ambillah uang yang keluar dari lubang uang yang ada di bagian bawah. Jika tidak diambil, mesin ATM akan menunggu perintah Anda selanjutnya. Adakalanya di ATM bank yang berbeda pada transaksi penarikan uang justru Anda diminta mengambil kartu ATM terlebih dahulu. Perhatikan saja perintah yang ada di layar.

4.    Jika transaksi selesai, jawablah pertanyaan bahwa Anda selesai bertransaksi sesuai dengan menu yang tertera di layar. Tunggu sampai keluar kertas bukti transaksi dan ambil. Pada transaksi penarikan uang adakalanya mesin ATM tidak mengeluarkan tanda bukti. Perhatikan saja keterangan yang tertera di layar. Setelah itu, kartu akan keluar dengan sendirinya. Ambil kartu Anda dan transaksi berhasil.

(Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013: 53-54)

5.1.4     Rekon



Orientasi



Urutan Peristiwa










Reorientasi
(Pilihan)
Pariwisata ke Parang Tritis

Minggu lalu, saya dan keluarga saya berpariwisata ke Parang Tritis. Parang Tritis adalah pantai di Samodra Indonesia yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pagi-pagi betul, kami semua telah dibangunkan. Sebelum berangkat, ibu mempersiapkan makanan untuk bekal, ayah memanasi mobil, saya dan adik saya menyiapkan kebutuhan kami masing-masing.

Di Parang Tritis, kami bermain-main di hamparan pasir. Kami berkejar-kejaran. Kemudian, kami bermain layang-lanyang. Setelah itu, kami naik kuda, mengelilingi pantai.

Begitu matahari condong ke barat, kami semua lelah. Tiba saatnya kami membuka bekal dan makan bersama.

Meskipun lelah, kami semua merasa berbahagia.


5.1.5     Eksplanasi



Pernyataan Umum



Urutan Sebab-Akibat










Urutan Sebab-Akibat









Urutan Sebab-Akibat

 Bagaimana Binatang Dapat Punah?

Binatang tertentu menjadi langka dan terancam punah sebagai akibat dari perubahan kondisi alam, binatang pemangsa, dan perburuan yang dilakukan oleh manusia.


Pertumbuhan penduduk di bumi ini menimbulkan bertambahnya permukiman, pabrik, perkantoran, dan lain-lain. Pembangunan permukiman, pabrik, dan perkantoran itu dilakukan dengan memanfaatkan wilayah hutan tempat berbagai jenis binatang hidup. Ketika hutan dirusak untuk tujuan-tujuan tersebut, habitat atau wilayah tempat binatang-binatang itu hidup akan berkurang. Hal itu menyebabkan ketersediaan pangan untuk binatang-binatang itu berkurang. Perubahan kondisi alam yang demikian itu menyebabkan kepunahan beberapa spesies binatang yang hidup di hutan tersebut.

Binatang pemangsa atau predator juga dapat mengurangi jumlah spesies binatang tertentu. Jumlah binatang terus berkurang karena binatang tertentu memangsa binatang yang lain. Dalam habitat yang terus 176 Kelas X
menyempit, persaingan hidup di antara berbagai jenis binatang menjadi makin ketat. Binatang yang lemah menjadi mangsa binatang yang lebih kuat. Karena hewan tertentu memangsa binatang yang lain, jumlah binatang yang dimangsa menjadi terus-menerus berkurang hingga akhirnya punah.

Manusia ikut menyumbang kepunahan binatang karena manusia memburu jenis binatang tertentu tanpa kendali. Perburuan dilakukan untuk mendapatkan daging untuk dimakan oleh manusia atau untuk tujuan perdagangan binatang secara tidak sah atau untuk dibunuh agar bagian tubuhnya dapat dijual dengan harga mahal. Misalnya, gajah diburu untuk diambil gadingnya, harimau diburu untuk diambil kulitnya, kura-kura diburu untuk diambil cangkangnya. Jumlah binatang itu terus berkurang. Perburuan binatang secara tidak terkendali dapat menyebabkan jenis binatang tertentu punah.


(Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013: 174-175)

5.1.6     Eksposisi




Pernyataan Pendapat





Argumentasi






























Pernyataan Ulang Pendapat
Pemimpin Sosial dan Politik Tidak Harus Mempunyai Pendidikan Formal yang Tinggi

Sudah diketahui oleh semua orang bahwa pendidikan formal itu penting. Akan tetapi, apakah seseorang akan menjadi pemimpin sosial atau pemimpin politik yang bagus pada kemudian hari tidak selalu ditentukan oleh pendidikan formalnya. Diyakini bahwa pengalaman juga menjadi faktor penentu untuk menuju kesuksesan.

Betul bahwa pendidikan formal memberikan banyak manfaat kepada para calon pemimpin atau calon orang terkemuka, tetapi pelajaran yang mereka peroleh dari pendidikan formal tidak selalu dapat diterapkan di masyarakat tempat mereka menjadi pemimpin atau menjadi orang terkenal di kemudian hari. Kenyataan bahwa di sekolah dan di perguruan tinggi, orang hanya “mempelajari” teori, sedangkan di masyarakat, orang betul-betul belajar untuk hidup melalui beraneka ragam pengalaman. Pengalaman semacam inilah yang menghasilkan orang-orang terkemuka, termasuk pemimpin sosial dan politik. Orang-orang terkemuka dan pemimpin-pemimpin itu lahir dari hal-hal yang mereka pelajari di masyarakat.

Sekadar menyebut contoh orang terkemuka atau pemimpin sosial dan politik, kita dapat menunjuk beberapa nama. Almarhum Adam Malik, konon ia hanya menyelesaikan jenjang pendidikan dasar tertentu, diangkatmenjadi Wakil Presiden Indonesia bukan karena pendidikan formalnya, melainkan karena kapasitas yang ia dapatkan dari belajar secara otodidak. Almarhum Hamka adalah contoh pemimpin lain yang lahir dari caranya belajar sendiri. Ia juga menjadi pemimpin agama dan sastrawan terkenal sekaligus karena pengalaman belajar pribadinya, bukan karena pendidikan formalnya yang tinggi. Bahkan, Einstein tidak mempunyai reputasi pendidikan formal yang bagus, tetapi melalui usahanya untuk belajar dan melakukan penelitian sendiri di masyarakat, ia terbukti menjadi ahli fisika yang sangat termasyhur di dunia.

Dengan demikian, jelaslah bahwa melalui pendidikan formal orang hanya mempelajari cara belajar, bukan cara menjalani hidup. Meskipun pendidikan formal diperlukan, pendidikan formal bukan satu-satunya jalan yang dapat ditempuh oleh setiap orang untuk menuju ke puncak kesuksesannya.


(Diadaptasi dari Kiat Menulis Karya Ilmiah dalam Bahasa Inggris, 2003: 61—62;
Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013: 103-104)


5.1.7  Diskusi




Isu







Argumentasi
Mendukung






















Argumentasi
Menentang





























Simpulan/
Rekomentdasi
Energi Nuklir harus Dihindari demi Keamanan Lingkungan

Energi nuklir pada umumnya ditawarkan sebagai alternatif untuk mengatasi krisis energi. Debat apakah penggunaan energi nuklir adalah pilhan yang tepat belum berakhir. Sejumlah orang setuju dengan penggunaan nuklir karena manfaatnya. Namun demikian, sejumlah orang yang lain tidak setuju karena resikonya terhadap lingkungan. untuk kepentingan keselamatan lingkungan, energi nuklir harus dihindari.
Orang-orang yang setuju dengan pengoperasian rektor nuklir biasanya berargumentasi bahwa energi yang diproduksi dari reaktor nuklir dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Reaktor tersebut dapat memproduksi radioisotop yang dimanfaatkan di bidang medis, industri, dan pertanian. Mereka juga mengklain bahwa energi nuklir adalah satu-satunua pilihan yang layak untuk menjawab kebutuhan energi yang terus-menerus bertambah. Menurut mereka, sumber-sumber energi yang lain: minyak, batubara, dan gas alam cair tidak terbarukan dan tidak aman, sedangkan energi nuklir dapat diproduksi secara berkelanjutan dengan cara yang aman.
Sejumlah pejabat pemerintah juga mengemukakan bahwa energi jenis ini adalah energi yang paling aman dalam kaitannya dengan lingkungan dibandingkan dengan energi yang takterbarukan yang disebutkan di atas. Mereka mengklaim bahwa reaktor tersebut beroperasi atas basis dengan kebocoran nol, yang berarti bahwa materi sisa diproses sehingga tidak ada sisa yang dibuang ke lingkungan. Selain itu, mereka yakin, energi nuklir tidak akan pernah menyebabkan polusi, tetapi energi yang lain, khususnya minyak dan batubara, betul-betul menyebabkan polusi.
Namun demikian, orang-orang yang tidak setuju dengan penggunaan energi nuklir, di pihak lain, terus-menerus mengkritik bahwa memilihnya sebagai alternatif yang paling bagus untuk mengatasi kebutuhan energi yang terus bertambah adalah bodoh. Kebodohan itu dapat dilihat dari pertanyaan mengapa mereka tertarik kepada tenaga nuklir pada saat masih terdapat berlimpahnya sumber-sumber energi alam: minyak, batubara, hidroelectrik, termo, dan sebagainya.
Dalam reaksinya terhadap lingkungan, mereka menambahkan bahwa  pengoperasian tenaga nuklir tidak masuk di akal. Sejumlah LSM yang memusatkan perhatian kepada usaha untuk menyelamatkan lingkungan berargumentasi bahwa produk sisa tenaga nuklir betul-betul menghancurkan lingkungandan kehidupan manusia. Di pihak lain, betul bahwa jenis energi yang lain seperti minyak dan batubara menyumbang polusi lingkungan, tetapi sumbangan energi seperti itu masih dapat ditoleransi. Juga betul bahwa reaktor nuklir menyediakan energi dalam jumlah besar, tetapi sumbangan energi nuklir untuk menghancurkan lingkungan dan kehidupan tdak dapat ditoleransi. Kebocoran pada sebuah reaktor, misalnya, mengakibatkan kontaminasi tanah dan air di bawah inti nuklir, yang membuat kehidupan manusia tidak memungkinkan sampai sejauh bermil-mil di sekitarnya. Reaktor itu juga berbahaya bagi kehidupan karena kebocoran radiasinya. Dalam hal ini, sering dikatakan bahwa di bawah  kontrol yang bagus tidak ada produk sisa pecahan dimungkinkan untuk bocor keluar dari reaktor. Akan tetapi siapa dapat menjamin ini?
Jelaslah bahwa energi nuklir harus dihindari karena energi nuklir itu membahayakan lingkungan. Jika kita bersikukuh untuk menggunakannya, sementara itu radiasinya dikontrol dengan sangat lemah, maka hal itu akan membunuh kita sendiri cepat atau lambat. Pemerintah harus betul-betul memperhatikan  kenyataan itu dan merevisi  pilihan tersebut.


5.2       Jenis Teks Fiksi

5.2.1  Rekon

5.2.2  Anekdot

5.2.3  Naratif

5.2.4  Eksemplum



Abstrak


Orientasi




Krisis














Reaksi


Koda
Kejadian di Rumah Susun

Saya tinggal di rumah susun. Saya mempunyai pengalaman yang memalukan tadi pagi.

Tetangga sepasang suami isteri yang tinggal di lantai bawah saya tadi malam menyelenggarakan pesta bersama teman-teman mereka. Tadi malam mereka sangat gaduh, tetapi tidaklah mengapa. Isteri saya terbangun berkali-kali.

Lalu tadi pagi terdapat sebuah mobil diparkir di depan jalan keluar kami. Saya mengira bahwa mobil itu milik seseorang yang ikut pesta tadi malam. Saya mengetuk pintu tetangga saya itu. Saya ketuk pintunya berkali-kali, tetapi tak seorang pun keluar. Saya kira mereka masih tertidur karena mereka berpesta-pora sampai larut malam, sehingga saya ketuk-ketuk terus dengan keras: pintu, jendela, dan apa pun yang dapat saya ketuk dalam jangkauan. Akhirnya, seorang laki-laki terbangun dan melongok keluar jendela. Saya menjelaskan persoalan yang terjadi. Ternyata, pesta tadi malam itun bukan pestanya. Rumah susun ini terbagi menjadi dua sisi, dan itu adalah pesta orang yang tinggal di sisi sebelah belakang.

Lelaki itu terlihat tidak berkenan, karena ia juga tidak dapat tidur semalam, terganggu oleh pesta tetangga di sisi sebelah lain itu!

Saya masih belum tahu mobil siapa yang menghalangi jalan keluar kami itu.

(Diadaptasikan dari English Text: System and Structure, 1992: 566-567)


Share this article :

0 komentar:



 
Support : Tohib Mustahib
Copyright © 2013. BAHASA DAN SASTRA INDONESIA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger